A.
PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA REMAJA
1.
Pengertian
Istilah moral berasal dari kata Latin
“mos” (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau
tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan
melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti seruan
untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan, dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri,
berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral,
apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan moral seorang anak banyak
dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari
lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nlai-nilai
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan nilai
moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih
kecil. Menurut Adamm dan Gullotta,
terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua
mempengaruhi nilai remaja, yaitu sebagai berikut :
a. Terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat moral remaja dengan tingkat moral orangtua.
b. Ibu-ibu remaja yang tidak nakal mempunyai
skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang
anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor lebih tinggi dalam
kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal.
c. Terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak
atau remaja, yaitu: orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik
dan terbuka mengenai berbagai isu, dan orangtua yang menerapkan disiplin
terhadap anak dengan teknik berpikir induktif.
Beberapa sikap orangtua yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya sebagai berikut :
1. Konsisten
dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan
perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu
kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu
waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan pada waktu lain.
2. Sikap orangtua
dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua
terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi
perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi)[3].
Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu
pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh atau sikap masa bodoh, cenderung
mengembangkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang memperdulikan norma pada
diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih
sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis).
3. Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi
anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang
menciptakan iklim yang religious (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau
bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami
perkembangan moral yang baik.
4. Sikap
konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya
berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari
prilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak,
agar berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat
beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak
akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan
orangtua itu sebagai alas an untuk tidak melakukan apa yang diinginkan
orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya.
3.
Karakteristik Perkembangan
Karakteristik yang menonjol dalam
perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan
kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai
mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat
hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat
pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi
dasar hidup mereka.
Perkembangan pemikiran moral remaja
dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan
dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum
mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi. Perkembangan moral remaja yang
demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah
mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki
tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika
orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja
berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau
pranata yang bersifat konvensional.
Remaja diharapkan
mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode
moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Tidak kalah
pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
yaitu:
a.
Pandangan moral individu makin lama makin menjadi
abstrak dan kurang konkret.
b.
Keyakinan moral lebih terpusat pada keyakinan pada
apa yang benar dan kuarang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c.
Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ini
mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi
daripada masa kanak-kanak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai
masalah moral yang dihadapinya.
d.
Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e.
Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih
mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan
ketegangan psikologis.
Pada masa remaja,
laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap
pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu
mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia
dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan
mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg,
tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus
dicapai selama masa remaja.
Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari
dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam
keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar
apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan.
Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di
internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada
sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada
orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Melalui pengalaman atau berinteraksi
sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat
moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka
sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas,
seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja
berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis
(rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain
tentang perbuatannya).
B.
PERKEMBANGAN NILAI PADA MASA REMAJA
1.
Pengertian
Menurut Sutikna, nilai adalah norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan-santun.
Menurut Spranger, nilai merupakan suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh
individu untuk menimbang dan memilih alternative keputusan dalam situassi
sosial tertentu.
Jadi, nilai itu merupakan :
a. Sesuatu yang diyakini kebenarannya dan
mendorong orang untuk mewujudkannya.
b. Produk sosial yang diterima sebagai milik
bersama dengan kelompoknya.
c. Sebagai standar konseptual yang relative
stabil yang membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai
dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya.
1.
Nilai teori atau nilai
keilmuan, adalah
nilai yang mendasari perbuatan seseorang berdasarkan pertimbangan rasional.
2.
Nilai ekonomi, adalah nilai yang mendasari perbuatan
atas dasar pertimbangan untung rugi atau financial.
3.
Nilai sosial atau
solidaritas, tidak
memperhitungkan laba atau rugi terhadap dirinya yang penting dia dapat
melakukannya untuk kepentingan orang lain dan menimbulkan rasa puas pada
dirinya.
4.
Nilai agama, atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa
sesuatu itu benar menurut agama dan merasa berdosa jika tidak berbuat sesuai
yang disyariatkan agama.
5.
Nilai seni, atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas
dari berbagai pertimbangan material.
6.
Nilai Politik, atas dasar pertimbangan baik-buruknya
untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya.
Remaja
sebagai individu maupun sebagai komunitas masyarakat memiliki nilai-nilai yang
dianutnya. Nilai yang dianut remaja tersebut dapat dipengaruhi oleh posisi
kehidupan mereka, apakah kehidupan secara modern atau secara tradisional.
Nilai yang
dianutnya akan menjadi bagian dari driri remaja (berpengaruh terhadap perilaku
remaja tersebut).
Nilai-nilai kehidupan yang perlu diinformasikan dan selanjutnya dihayati oleh
para remaja tidak terbatas pada adat kebiasaan dan sopan santun saja, namun
juga nilai-nilai yang tersebut diatas.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Nilai adalah suatu ukuran atau parameter
terhadap suatu obyek tertentu Nilai dapat diartikan sebagai ukuran baik atau
buruknya sesuatu. Bisa juga diartikan sebagai harga (value) dari sesuatu.
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
misalnya, adat kebiasaan dan sopan santun.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan nilai ada masa remaja diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Diri Sendiri
Setiap orang memiliki ukuran baik atau
buruk sesuatu dengan sudut pandang orang tersebut terhadap sesuatu, sehingga
jika si A menganggap bersendawa setelah makan itu adalah baik, belum tentu si B
menganggap hal tersebut juga prilaku yang baik. Jadi, setiap orang memiliki
penilaian tersendiri terhadap sesuatu yang akan diwujudkan dalam tingkah
lakunya. Hal ini termasuk dalam sikap normative, yaitu nilai merupakan suatu
keharusan yang menuntut diwujudkan dalam tingkah laku. Misalnya: nilai
kesopanan dan kesederhanaan, orang yang selalu bersikap sopan akan selalu
berusaha menjaga tutr kata dan sikapnya sehingga dapat membedakan tindakan yang
baik dan yang buruk. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu dikenal terlebih
dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru kemudian akan terbentuk
sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut. Dalam masa remaja, mereka
menganggap diri mereka adalah benar dan apa yang mereka yakini pun adalah
benar.
b.
Teman/Orang Terdekat
Pengaruh dari orang lain juga berperan
dalam terwujudnya suatu nilai. Teman atau orang terdekat biasanya memiliki
suatu paham dan sifat yang hampir sama satu sama lainnya. Dalam pertemanan
biasanya mudah untuk saling memahami dan memberikan penanaman suatu paham ke
teman lainnya dan orang tersebut akan menganggap suatu paham yang ditanam
padanya adalah benar. Ini dikarenakan dalam pertemanan mereka akan saling
mempercayai satu sama lainnya. Misalnya: si A berjalan didepan orang yang lebih
tua yang sedang duduk tanpa member hormat (membungkuk sedikit), lalu teman
terdekatnya yang melihat itu mengatakan bahwa hal tersebut tidak baik untuk
dilakukan dan merupakan hal yang tidak sopan. Seharusnya kita melewati orang
yang lebih tua, sebaiknya membungkuk sedikit (member hormat kepada yang lebih
tua). Sehingga setelah diberikan pemahaman, si A mengerti dan melakukan apa
yang dikatakan temannya tersebut. Pada masa remaja, seseorang akan lebih
percaya atau memiliki hubungan yang lebih dekat dengan temannya dibandingkan
hubungan dengan keluarganya. Mereka lebih sering bersosialisai dengan temannya
sehingga penanaman nilai akan mudah terserap dan ditanam pada diri remaja
tersebut.
c.
Pergaulan
Pergaulan yang memberikan pengaruh yang
baikakan mewujudkan suatu nilai yang baik poula dan sebaliknya. Didalam
pergaulan terdapat interaksi nilai yang dianut seseorang. Bisa saja nilai yang
dulu dianggap baik dapat berubah menjadi nilai yang buruk setelah interaksi
atau penglihatan yang dialaminya dalam pergaulan. Tetapi itu tergantung dari
remaja tersebut, apakah ia bertahan terhadap nilai yang telah dianutnya atau
akan merubahnya. Di dalam perkembangan, hal ini mungkin saja terjadi. Misalnya
menceritakan hal-hal yang buruk/kejelelkan orang lain. Yang dulunya dianggap
biasa saja, setelah pergaulan yang membawa nilai positif melalui pembelajaran
nilai tersebut berubah menjadi buruk.
Pergaulan pada masa remaja turut
menentukan nilai yang dianutnya. Pergaulan menjadi hal yang penting pada masa
remaja. Pada saat itu pergaulan menentukan sikap/tingkah laku dari nilai yang
dan seseorang. Pergaulan yang baik akan menciptakan nilai yang baik dan
sebaliknya. Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak yang sangat
rawan dalam penentuan nilai. Ditekankan sekali lagi bahwa pada masa remaja,
seseorang lebih sering berinteraksi dengan temannya dalam bentuk pergaulan
dibanding dengan keluarganya.
d.
Teknologi
Pengaruh dari kecanggihan teknologi juga
memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya suatu nilai. Di era sekarang,
remaja banyak menggunakan teknologi untuk belajar maupun hiburan. Contoh:
internet memiliki fasilitas yang menwarkan berbagai informasi yang dapat
diakses secara langsung.
Nilai positifnya, ketika remaja atau
siswa mencari bahan pelajaran yang mereka butuhkan mereka dapat mengaksesnya
dari internet. Namun internet juga memiliki nilai negative seperti tersedianya
situs porno yang dapat merusak moral remaja. Apalagi pada masa remaja memiliki
rasa keingintahuan yang besar dan sangat rentan terhadap informs seperti itu.
Mereka belum bisa mengolah pikiran secara matang yang akhirnya akan menimbulkan
berbagai tindak kejahatan seperti pemerkosaan dan hamil di luar nikah/hamil
usia dini.
e.
Lingkungan / Masyarakat
Kenyamanan dalam bertempat tinggal
memiliki peran yang besar dalam pembentuukan nilai individu. Remaja yang
memiliki potensi tersosialisasi baik akan pandai berteman dan memiliki tenggang
rasa yang kuat. Hal ini didukung oleh lingkungan yang mendukung pula. Maka akan
terwujud nilai kesejaheraan yang baik. Bagi remaja hal ini akan berguna untuk
mewujudkan rasa percaya diri dan bersosialisasi yang baik kepada masyarakat.
-
Identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya
sebagai model. Maksudnya mengikuti sikap dan prilaku yang dianggapnya sebagai
idola.
-
Hubungan anak dengan orangtuanya.
-
Adanya kontrol dari masyarakat yang mempunyai
sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.
-
Unsur Lingkungan berbentuk manusia yang langsung
dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai
tertentu.
-
Aktivitas-aktivitas anak remaja yang diperankannya.
3.
Karakteristik Perkembangan
Karena
masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari
lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi
suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai. Salah satu
karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa
remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan
nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau
petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju
kepribadian yang semakin matang. Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan
cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja
berusaha mengembangkannya sendiri.
C.
PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
1.
Pengertian
Agama, seperti yang
kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang
keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada
umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan
individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir
baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap
kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan
dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan
sosial, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan
bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan
orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama
merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Tingkat keterlibatan
remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih penting dari pada sekedar
keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah
mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan
pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja masa kini
menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam
kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah
agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi,
mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Dalam perkembangan agamanya, banyak
remaja mulai meragukan konsep dan keyakinan akan relligiusnya pada masa
kanak-kanak dan oleh karena itu, periode remaja disebut sebagai periode
keraguan religius. Namun Wagner berpendpat bahwa apa yang sering ditafsirkan
sebagai “keraguan religius” kenyataannya merupakan tanya jawab religius.
“Banyak remaja menyelidiki agama sebagai
suatu sumber suatu rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda ingin
mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin
menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin
menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk
mandiri dan bebbas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri”.
a. Ajaran agama yang
mereka terima.
b. Cara penerapan
ajaran agama.
c. Keadaan
lembaga-lembaga keagamaan.
d. Para pemuka agama
Yang disebabkan
oleh beberapa faktor, yang diantaranya adalah:
a. Kepribadian
Tipe kepribadian
dan jenis kelamin, bisa menyebabkan remaja melakukan salah tafsir terhadap
ajaran agama.
-
Bagi individu yang memiliki
kepribadian yang introvert, ketika mereka mendapatkan kegagalan dalam
mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan menyebabkan mereka salah tafsir
terhadap sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Tuhan.
Misalnya: Ketika
berdoa’a tidak terkabul,,maka mereka akan menjadi ragu akan kebenaran sifat
Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang Tuhan tersebut. Kondisi ini akan sangat
membekas pada remaja yang introvert walau sebelumnya dia taat beragama.
-
Untuk jenis kelamin
Wanita yang cepat
matang akan lebih menunjukkan keraguan pada ajaran agama dibandingkan pada
laki-laki cepat matang.
b. Kesalahan
Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini
dipicu oleh “dalam kenyataannya,,terdapat banyak organisasi dan aliran-aliran
keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal itu mengesankan adanya pertentangan
dalam ajaran agama. Selain itu remaja juga melihat kenyataan “Tidak tanduk
keagamaan para pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama”.
c. Pernyataan
Kebutuhan Agama
Pada dasarnya
manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada), namun disisi
lain,,manusia juga memiliki dorongan curiosity (dorongan ingin tahu).
Kedua sifat
bawaan ini merupakan kenyataan dari kebutuhan manusia yang normal. Apa yang
menyebabkan pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan dengan munculnya
keraguan pada ajaran agama?
Dengan dorongan
Curiosity, maka remaja akan terdorong untuk mempelajari/mengkaji ajaran
agamanya. Jika dalam pengkajian itu terdapat perbedaan-perbedaan atau terdapat
ketidaksejalanan dengan apa yang telah dimilikinya (konservatif) maka akan
menimbulkan keraguan.
d. Kebiasaan
Remaja yang sudah
terbiasa dengan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu untuk menerima
kebenaran ajaran lain yang baru diterimanya/dilihatnya.
Kebiasaan mengaji
untuk menanamkan nilai-nilai agama
e. Pendidikan
Kondisi ini
terjadi pada remaja yang terpelajar. Remaja yang terpelajar akan lebih kritis
terhadap ajaran agamanya. Terutama yang banyak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis.
Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang
dianutnya secara lebih rasional.
f. Percampuran
Antara Agama dengan Mistik
Dalam kenyataan
yang ada ditengah-tengah masyarakat, kadang-kadang tanpa disadari ada tindak
keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh mistik dan praktek kebatinan.
Penyatuan unsur ini menyebabkan remaja menjadi ragu untuk menentukan antara
unsur agama dengan mistik.
Penyebab keraguan
remaja dalam bidang agama yang dikemukakan oleh Starbuck diatas, adalah
penyebab keraguan yang bersifat umum bukan yang bersifat individual. Keraguan
remaja pada agama bisa juga terjadi secara individual. Keraguan yang bersifat
individual ini disebabkan oleh:
a. Kepercayaan, yaitu: Keraguan yang
menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya. Keraguan seperti ini berpeluang
pada remaja agama Kristen, yaitu: tentang ke-Tuhanan yang Trinitas.
b. Tempat Suci, yaitu: keraguan yang
menyangkut masalah pemuliaan dan pengaguman tempat-tempat suci.
c. Alat
Perlengkapan Agama, misalnya: fungsi
salib pada ajaran agama kristen
d. Fungsi dan
Tugas dalam Lembaga Keagamaan, misalnya: fungsi
pendeta sebagai penghapus dosa
e. Pemuka agama,
biarawan dan biarawati
f. Perbedaan
aliran dalam keagamaan
Keraguan yang
dialami remaja dalam bidang agama dapat memicu konflik dalam diri remaja.
Bentuk dari konflik itu “Remaja akan dihadapkan kepada pemilihan antara mana
yang baik dan yang buruk serta antara yang benar dan salah”. Jenis konflik yang
memungkinkan dialami remaja, antara lain adalah:
a. Konflik yang
terjadi antara percaya dan ragu.
b. Konflik yang
terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau antara dua ide
keagamaan atau antara dua lembaga keagamaan.
c. Konflik yang
terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekuler.
d. Konflik yang
terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan yang
didasarkan atas petunjuk Ilahi. Jadi, sedikit dapat disimpulkan:
-
Tingkat keyakinan dan
ketaatan remaja pada agama sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam
menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam dirinya.
-
Dalam upaya mengatasi
konflik batin, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer groups-nya
dalam rangka berbagi rasa dan pengalaman. Kondisi inipun akan mempengaruhi
keyakinan dan ketaatan remaja pada agama.
Faktor lain yang
mempengaruhi adalah adanya motivasi dari dalam diri remaja itu sendiri.
Motivasi beragama adalah: Usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu atau usaha yang
menyebabkan seseorang beragama.
3.
Karakteristik Perkembangan
Perubahan dalam minat religius selama
masa remaja lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan.
Seperti halnya minat pekerjaan masa kanak-kanak, konsep masa kanak-kanak tentang
agama pada dasarnya tidak realistik, dan remaja menjadi kritis terhadap
keyakinannya di masa lampau. Pola perubahan dalam minat religius dan akibatnya
pada prilaku diuraikan sebagai berikut:
a.
Periode kesadaran religius
Pada saat remaja mempersiapkan diri untuk menjadi
anggota gereja yang dianut orang tua, minat religiusnya meninggi. Sebagai
akibat dari meningkatnya minat ini, ia mungkin menjadi bersemangat mengenal
agama smapai-sampai ia mempunyai keinginan untuk menyerahkan kehidupan untuk
agama malah meragukan keyakainan yang diterima mentah-mentah selama masa
kanak-kanak. Seringkali remaja membandingkan keyakinnanya dengan keyakinan
teman-temannya, atau menganalisisnya secara kriitis sesuai denagn meningktanya
pengetahuan remaja.
b.
Periode keraguan religius
Berdasarkan penelitian secara kritis terhadap
keyakinan masa kanak-kanak, remaja sering bersikap skeptis pada berbagai bentuk
religius, seperti berdo’a dan upacara-upacara gereja yang formal, dan kemudian
mulai meragukan isi religius, seperti ajaran menegenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati. Bagi
beberapa remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama,
sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari kepercayaan lain yang dapat
lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan yang dianut keluarganya.
c.
Periode rekonstuksi agama
Lambat atau cepat, remaja membutuhkan keyakinan
agama meskipun ternyata keyakinan pada masa kanak-kanak tidak lagi memuaskan.
Bila hal ini terjadi, ia mencari kepercayaan pada salah satu kultus agama baru.
Kultus ini selalu muncul diberbagai negara
dan mempunyai daya tarik yang kuat bagi remaja dan pemuda yang karang
mempunyai ikatan religius . Pemuda biasanya merupakan mangsa bagi setiap kultus
yang berbeda atau baru.
Menurut Wagner,
banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosial
dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian
intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan
agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin
menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk
mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri. Perkembangan
pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu
meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua
mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam
perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan
kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
Bab III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam perkembangan moral seorang remaja,
banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Remaja memperoleh nilai-nilai moral dari
lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nlai-nilai
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Karakteristik yang menonjol dalam
perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan
kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai
mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat
hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat
pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi
dasar hidup mereka.
Selanjutnya dalam perkembangan nilai,
remaja sebagai individu maupun sebagai komunitas masyarakat memiliki
nilai-nilai yang dianutnya. Nilai yang dianut remaja tersebut dapat dipengaruhi
oleh posisi kehidupan mereka, apakah kehidupan secara modern atau secara
tradisional. Nilai yang dianutnya akan berpengaruh terhadap perilaku remaja itu
sendiri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan nilai ada masa remaja adalah seperti diri sendiri, teman/orang
terdekat, pergaulan, teknologi dan lingkungan / masyarakat. Salah satu
karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa
remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan
nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau
petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju
kepribadian yang semakin matang.
Dari segi perkembangan agama, Remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama
berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan
dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah
dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara
agama.
Dalam perkembangannya, banyak remaja mulai meragukan
konsep dan keyakinan akan relligiusnya pada masa kanak-kanak dan oleh karena
itu, periode remaja disebut sebagai periode keraguan religius. Namun Wagner
berpendpat bahwa apa yang sering ditafsirkan sebagai “keraguan religius”
kenyataannya merupakan tanya jawab religius.
B.
Saran
Dalam makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan. Dengan
ini kami meminta dan mengharapkan kritik
dan saran dari Ibu Meri Fatrianingsih, S.Psi dan teman-teman sekalian. Dan
akhir kata dari kelompok 3 mengucapkan banyak terima kasih.
Daftar Pustaka
Agustiani, Hendriati, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT
Refika Aditama, 2009
Diana E. Papalia, et.Al, Human Development (Psikologi
Perkembangan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1980
Richards, Graham, Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Baca!, 2010